Kamis, 17 Maret 2011

Korek Api

Fotobucket.com
Pagi Minggu, Apa Banta disuruh ibunya pergi ke sawah. Ia ditugaskan untuk melihat burung-burung agar tidak mendarat dan makan padinya. Apa Banta menuruti perintah ibunya, ia pergi ke rangkangnya dengan membawa seplastik pisang goreng. Sambil menjaga padi ia menikmati pisang gorengnya.

Dari jauh dilihatnya sosok seseorang yang datang ke rangkangnya. Ia tidak lain adalah kakeknya yang akan menemani Apa Banta di sawah. Ia terus mendekat dan kemudian singgah di rangkangnya. Apa Banta memberi pisang goreng untuk kakeknya. “Sambil paroh tulo, kakek akan menceritakan kepadamu tentang seorang pemimpin yang adil dalam mempergunakan harta rakyatnya. Apakah engkau akan mendengarnya?” Tanya kakek kepada Apa Banta.

“O… boleh, boleh, boleh. Saya sangat senang mendengarnya Kek,” jawab Banta,  cucunya. Kakek pun mulai bercerita dan Apa Banta menyimak dengan baik cerita kakeknya.


Sekitar seribu dua ratus tahun yang lalu, ada seorang pemimpin yang bernama Umar  bin Abdul Aziz berkuasa dengan bijaksana kepada rakyatnya. Ia selalu memilah yang mana kepentingan pribadi dan  yang mana kepentingan bersama. Suatu malam, seorang pengusaha sedang melakukan perjalanan. Tiba-tiba kereta kudanya rusak dan obornya pun mati. Pengusaha ini melihat rumah dinas tempat Umar bekerja. Kemudian ia datang untuk minta bantuan.

“Assalamualaikum… Ya Amirul Mukminin, saya ingin minta korek api sebentar. Keretaku rusak di depan dan lampu penerangan saya mati,” kata pengusaha. “Waalaikumussalam… Engkau minta korek api untuk kepentingan umat atau kepentingan pribadi?” Tanya Umar.

“Untuk kepentinngan pribadi,” jawab pengusaha apa adanya.

Maka  bangkitlah  khalifah Umar mengambil korek api dan dimatikannya semua lampu penerangan. Ia mengambilnya dalam gelap dan memberikannya kepada  pengusaha. “Ini korek pribadi saya yang ku berikan, ambillah,” kata Umar. Pengusaha bertanya kepada khalifah, “Mengapa engkau matikan semua penerangan wahai Umar?” “Karena ku menolongmu untuk kepentingan pribadi, maka aku tidak akan menggunakan penerangan milik rakyat untuk keperluan pribadiku. Makanya aku matikan semua saat ku tidak bekerja untuk rakyat dan yang ku berikan adalah korek pribadiku bukan milik rakyat.” Jelas khalifah.

Pengusaha ini salut kepada Umar dan mengucapkan terimakasih sebelum ia pergi darinya. “Nah, begitulah ceritanya wahai cucuku. Kakek berharap waktu besar nanti kamu jadi pemimpin yang adil ya? Jangan hanya menyusahkan rakyat saja. Cerita ini engkau jadikan sebagai panutan agar hidupmu lebih terarah.” Pesan kakek kepada Banta mengakhiri ceritanya. “Ia kek, saya selalu ingat pesan kakek,” jawab Banta mantap. “Pisang gorengnya masih ada nggak?” Tanya kakek kepada Banta sambil ketawa. “Oma, kabeh, Kek.”

Telah dimuat di Harian Aceh edisi Minggu, 23 Januari 2011 di Rubrik Cang Panah

Tidak ada komentar:

Posting Komentar