Kamis, 17 Maret 2011

Salah Cara

Alkisah, sekitar seribu dua ratus tahun yang lalu, ada dua tetangga hidup rukun dan damai di dalam perkampungan yang besar. Satu Islam dan satunya lagi Kristen. Mereka sering bersua, bantu membantu, dan saling bertukar pendapat. Dalam setiap kesempatan, si Muslim senantiasa mengunggulkan agamanya. Ia mengajak tetangganya untuk memeluk islam.  Usahanya berhasil.

Suatu hari, saat malam semakin larut dan fajar merambati ufuk, si Muallaf mendengar suara gedoran pintu. Tergeragap, dan dia bertanya, "Siapa disana?"

Dari balik pintu terdengar suara, "Saya fulan bin fulan, tetanggamu."

"Apa yang kamu inginkan saat malam larut ini?"

"Cepat kenakan pakaianmu dan ambil wudhu', kita harus ke masjid bersama-sama."

Si Muallaf mengambil wudhu' dan mereka pergi ke masjid bersama-sama. Di masjid, ia mengikuti semua yang disarankan oleh rekannya yang muslim ini. Ia shalat sunat menjelang subuh, berniat puasa sunat sebelum azan berkumandang dan membaca wirid setelah shalat subuh.


Setelah semua selesai, si Muallaf berdiri hendak pulang, tiba-tiba sahabatnya memegang tangannya dan berkata, "Jangan pulang dulu, masih banyak amalan sunat yang bisa kita kerjakan disini." Kemudian si Muslim langsung meletakkan Al-Quran di tangan Muallaf ini. Ia berkata, "Tahukah kamu seberapa besar pahala yang akan diberikan Allah kepada seseorang yang berpuasa dan beri'tikaf di dalam masjid sambil membaca Al-Qur'an?"

Si Muallaf menurut semua yang diajarkan temannya sampai menjelang shalat dzuhur. Si Muslim berkata, "Sebentar lagi akan masuk waktu shalat dzuhur, kita akan mengerjakannya sama-sama. Lantas, sebentar lagi akan masuk waktu ashar, alangkah baiknya kita melaksanakannya tepat waktu." Menjelang magrib mereka berbuka puasa dan menunaikan shalat magrib. Sehabis magrib, si Muslim berkata, "Masih ada satu shalat wajib lagi yang harus kita lakukan, yaitu shalat isya. Kemudian mereka menunggu masuknya waktu isya dan melaksanakannya tepat waktu. Kemudian si Muallaf bangkit dan pulang.

Keesokan harinya, selepas tengah malam, lagi-lagi dia mendengar ketukan keras di pintu. "Siapa itu?"

"Aku... tetanggamu. Cepat kenakan pakaian dan ambil wudhu', kita harus ke masjid bersama-sama sekarang."

"Ooh, begitu pulang dari masjid kemarin, aku memutuskan untuk keluar dari agamamu. Kau pergi dari sini dan carilah pemalas yang menganggur sehingga ia bisa seharian di masjid dalam berpuasa. Sedang, aku adalah orang miskin yang telah mempunyai anak dan istri. Lebih baik aku pergi mencari nafkah."

Dua hari selanjutnya, kejadian ini diketahui oleh sahabat si Muslim, Ja'far As-Shadiq. Kemudian beliau berkata, "Muslim yang taat telah mengajak seseorang memeluk islam, kemudian mengeluarkannya kembali dari Islam. Ingatlah baik-baik! Janganlah sekali-kali kita membebani manusia, meskipun dengan apa yang kita anggap baik. Kita harus bisa menimbang kemampuan seseorang sehingga dia semakin dekat dengan agama dan tidak lari darinya.

(CP HA 191210)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar