Senin, 17 Desember 2018

106 Tangga Menuju Makam Malahayati

Laksamana Malahayati, namanya sudah tak asing lagi di kalangan masyarakat Aceh, bahkan Indonesia. Selain dianugerahi gelar Pahlawan Nasional pada 2017 lalu, namanya juga diabadikan sebagai nama Jalan, Pelabuhan, bahkan nama kampus yang bergengsi di Aceh.

Sabtu siang (10/11/2018) bertepatan dengan Hari Pahlawan, saya bersama istri berniat berziarah ke makam Laksamana Mahahayati (Keumala Hayati) di perbukitan Desa Lamreh, Kecamatan Mesjid Raya, Aceh Besar. Setelah menempuh jarak 32 Km dari Banda Aceh, kami tiba di Krueng Raya.

Setelah rehat sejenak di Masjid Miftahul Jannah, kami melanjutkan perjalanan ke makam. Melalui lorong kecil depan pelabuhan, kami masuk mengendarai sepeda motor. Ada palang penunjuk arah disana. Berjarak sekitar 200 meter dari jalan raya.

Tiba di lokasi, kami disambut tiga plang yang dari Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Aceh yang bertuliskan "Situs Cagar Budaya Makam Laksamana Malahayati.”

Setelah memarkirkan kendaraan, kami langsung masuk ke komplek makam. Saya melihat kiri kanan, tidak ada orang yang bisa ditemui. Tempat istirahat berbentuk balai terlihat sepi. Dedaunan kering dan debu menutupi lantai keramik berwarna putih.



Melangkah beberapa tangga, kami melihat beberapa pohon kapas ukuran besar berdiri gagah diantara curamnya tebing gunung. Sekitar satu meter dari tanah, pohon ini dicat hitam-putih. Pepohonan ini seakan menjadi prajurit setia yang menemani sang pahlawan di pusaranya.

Tangga menuju makam



Menuju makam terasa sedikit menguras tenaga. Melewati tangga yang terus menanjak mengharuskan kami istirahat dua kali. Walaupun demikian, desain tangga berliku-liku dengan pegangan besi kiri-kanan menjadi daya tarik bagi pengunjung. Keramik warna hijau lumut pada tangga mengantarkan pengunjung ke depan makam.

Baca: Ziarah Makam Menjadi Ajang Menyambung Silaturrahmi

Subhanallah walhamdulillah... Makam Laksamana berada di depan kami. Berada diantara tiga makam dibawah bangunan enam tiang. Atap Bangunan permanen berwarna merah maron ini didesain bercorak tradisional dengan gaya atap tumpang tiga lapis, serta dihiasi ukiran papan lesplang sekelilingnya.

Desain bangunan komplek makam

Makam Laksamana Malahayati

Di sisi timur makam tepatnya dibawah pohon mimba, dibuat prasasti yang memuat sejarah singkat Laksamana Malahayati. Ditulis dalam Bahasa Indonesia dan Bahasa Inggris.

Menurut sejarah yang tercatat di batu tersebut Laksamana Keumala Hayati adalah seorang wanita yang menjadi panglima angkatan laut, Kepala Dinas Rahasia Kerajaan dan Protokol Istana pada masa Kerajaan Aceh dipimpin oleh Sultan Saidil Mukamil Alauddin Riayat Syah (1588-1604). Beliau juga yang menghimpun para janda-janda untuk melawan Portugis dan Belanda dan para janda-janda ini juga mendirikan sebuah benteng yang diberi nama Benteng Inong Balee (Janda).

Batu Prasasti yang memuat sejarah singkat Malahayati

Pemandangan perbukitan Barisan dari komplek makam

Nah, keinginan kami untuk menziarahi makam pemimpin angkatan laut perempuan pertama Aceh sudah tercapai. Lelah saat mendaki terbayar lunas ketika sudah berada di sisi makam. Landscape perbukitan Barisan serta teluk Krueng Raya terlihat indah dari komplek makam ini. Kicauan burung pun tetap setia menyambut kedatangan pengunjung.

Waktu zuhur hampir tiba, kami sepakat kembali. Sambil melangkahkan kaki di anak tangga, saya hitung jumlah anak tangga sampai ke pintu masuk pertama. Alhasil, 106 anak tangga telah mengantarkan kami ke makam pejuang Aceh, Laksamana Malahayati.[]

1 komentar: