Senin, 25 April 2011

Dua Pesan Ayah


Di sebuah desa, hiduplah sebuah keluarga sederhana. Mereka tinggal berempat, yaitu: ayah, ibu, dan dua orang anak laki-laki. Anak yang sulung bernama Nurdin Sedangkan si bungsu bernama Ismail. Mereka selalu menerima apa adanya dan selalu rukun dalam kehidupan dengan tetangganya.

Suatu hari, ayahnya sakit parah. Menjelang ajalnya, beliau berpesan dua hal kepada Nurdin dan Ismail. Pertama : Jangan pernah menagih hutang kepada orang yang berhutang kepadamu. Kedua : Jika pergi ke kedai untuk berniaga, janganlah sampai mukamu terkena sinar matahari. Dan ia pun memberi sedikit bekal sebagai modal usaha mereka nantinya.

Hari semakin berlalu, kedua anak laki-laki itu terus menjalankan profesinya sebagai pedagang. Tapi nasip mereka sangat jauh berbeda. Nurdin bertambah kaya. Sedangkan Ismail, ia bertambah miskin. Hartanya lama kelamaan semakin berkurang dan akhirnya ia bangkrut.

Pada suatu hari sang Ibu menanyakan hal itu kepada mereka. Mengapa kehidupan mereka sangat jauh berbeda. Padahal dulu ayahnya memberi modal dengan jumlah yang sama.

Ismail menjawab, “Ini karena saya selalu mengingat dan mengikuti pesan ayah. Dulu ayah berpesan bahwa saya tidak boleh menagih hutang kepada orang yang berhutang kepadaku, akibatnya modalku susut karena orang yang berhutang kepadaku tidak membayarnya, dan sementara aku tidak boleh menagihnya”.

“Dan ayah juga berpesan bahwa  kalau saya pergi atau pulang dari rumah ke kedai dan sebaliknya tidak boleh terkena sinar matahari. Oleh karenanya saya harus naik taksi selalu, padahal sebenarnya saya bisa berjalan kaki saja, karena tak begitu jauh. Tetapi karena pesan ayah itu, saya hahrus mengeluarkan uang lebih banyak.”

Kemudian sang ibu bertanya kepada yang sulung dengan pertanyaan yang sama. Nurdin pun menjawab, “Ini semua karena saya selalu mentaati pesan ayah. Dulu ayah supaya saya tidak menagih kepada orang yang berhutang kepada saya, maka saya tidak pernah memberi hutang kepada siapapun, sehingga dengan demikian modal tidak susut”.

“Dan  Ayah juga berpesan kalau saya berangkat ke kedai atau pulang dari kedai tidak boleh terkena sinar matahari, maka saya pergi ke kedai sebelum matahari terbit dan pulang sesudah matahari terbenam. Karena itu, kedai saya buka sebelum kedai lain buka, dan tutup jauh sesudah kedai yang lain tutup.”

“Karena kebiasaan saya itu, orang-orang akan menjadi tahu dan kedaiku menjadi laris, karena mempunyai jam kerja lebih lama”.

Sang ibu mengatakan bahwa sebuah kalimat akan ditanggapi dengan presepsi yang berbeda dari setiap orang. Apabila kita melihatnya dari arah positif, maka setiap kesulitan akan dapat teratasi dan akan menjadi modal dalam kehidupan kita menuju kesuksesan. Tetapi jika kita terhanyut dalam kesulitan, maka Ismail adalah contohnya.[]

Cerita ini dikisahkan oleh seorang sahabat saya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar