Sabtu, 26 Oktober 2013

Ada Besi Tua di UIN Ar-Raniry



Bus yang telah dijadikan besi tua (Dok. Me)

Sedikit terasa angker ketika menghampiri sebuat bus bantuan Jepang tersebut. Seakan ada kehidupan lain disana. 

Suasana sepi, tiga bus tua terparkir di belakang kampus biru. Sekitar 50 meter dari Fakultas Adab UIN Ar-Raniry. Tiga bus operasional kampus itu berada di area tumpukan besi tua yang siap ditimbang kilo. Saya berpikir kenapa tak sekarang saja ditimbang kilo, sebelum badan bus habis dimakan karat.

Tapi kalau sayang juga jika dihilangkan jejak dari pandangan kita. “Biarkan saja bus ini jadi besi tua disini, kan bisa jadi sejarah,” batin saya.  Siapa saja yang melihatnya, akan mengetahui bahwa UIN Ar-Raniry dulu punya bus operasional, salah satunya adalah bus bantuan Jepang.

Di sisi lain, di area kumpulan bus dan besi tua itu sangat cocok bila dijadikan lokasi syuting bagi mahasiswa yang membuat film horor. Apalagi di malam hari, pasti terlihat lebih angker...

Salah satu bus bekas UIN Ar-Raniry (Dok. Me)

Rabu, 23 Oktober 2013

Panorama di Puncak Geurute




Permandangan dari puncak Geurute (dok. Me)
Geurute, memang sejuk jika dipandang. Gunung yang terletak di perbatasan Aceh besar dengan Aceh Jaya ini menyimpan berjuta kisah dan peristiwa. Selain itu, gunung yang hampir seratus persen terdiri dari bebatuan ini memiliki kekayaan yang begitu besar.

Udara mulai terasa sejuk saat kami mulai mendaki pengunungan Geurute. Tebing batu yang tinggi puluhan meter menemani kami sepanjang jalan pengunungan tersebut. Pohon-pohon besar berjejer di sisi jalan. Jurang yang terjal ditambah tikungan yang berliku-liku membuat kami harus berhati-hati melaluinya. Suara kumbang kayu hutan memecahkan keheningan. Deru mesin kendaraan memecah sepinya hutan. Monyet-monyet duduk berjejeran di sepanjang pembatas jalan, menunggu makanan sisa dari pengendara. 

Catur, Hiburankah?

Bermain catur ketika listrik padam (Dok. Me)
Catur merupakan suatu permainan modern yang berkembang dan telah menjadi budaya bagi masyarakat kita. Di Indonesia, khususnya Aceh, permainan internasional ini dimainkan oleh semua lapisan masyarakat. Hampir semua warong kopi (warkop), menyediakan permainan tersebut.

Permainan yang konon bermula dari India ini, telah berhasil mempengaruhi pola pikir masyarakat Aceh. Banyak diantara masyarakat kita yang lalai dan sibuk memikirkan strategi penyerangan di atas papan catur. Yang lebih sayang lagi, mereka para "penggila" catur menghabiskan waktu berjam-jam untuk menyelesaikan misi diatas papan segi empat tersebut. Bahkan mereka lupa akan tugas yang semestinya mereka lakukan.

memang sayang jika dihitung-hitung, berapa banyak waktu yang terbuang percuma untuk menyelamatkan "sang raja" dari serangan musuh di warkop. Padahal jika ia beraktivitas, sudah berapa banyak pekerjaan yang terselesaikan. Namun, inilah permainan, yang mampu menglalaikan semua orang.

Tapi ada juga masyarakat kita bilang, bermain catur itu hanya sekedar menghilangkan stres, melepaskan jenuh, dan hanya untuk hiburan. Alasan demikian masih masuk akal, namun tidak harus menghabiskan waktu berjam-jam juga di meja catur kan?



Sabtu, 12 Oktober 2013

Idul Adha di Mata Anak Rantau



IDUL ADHA, SELAMAT HARI RAYA, WALLPAPER LEBARAN
“Hari ini kita nggak kuliah, kawan-kawan udah pulang kampung semua,” seorang kawan unitku mengirim pesan singkat untukku. Saya maklum saja, tiga hari lagi akan lebaran Idul adha, mereka semua berniat salat Ied bersama orang tuanya.
Memang saya sendiri merasakan, betapa sedihnya jika salat Ied di kampung orang. Tak ada tempat yang bisa kita kunjungi di hari yang spesial itu. Walaupun raut wajah kelihatan gembira, namun di hati tetap ada rasa rindu tuk mencium tangan ibu dan ayah.