Senin, 15 April 2013

Ibuku Kejam



”Ibu, aku masih ingin hidup ibu... aku masih ingin menatap dunia... jangan kau rampas hakku ibu...”

Si bayi menatap ibunya penuh harap. Ia meminta belas kasihan dari ibunya. Ibu yang telah menghadirkannya ke dunia ini. Namun ibunya takkan memperdulikan si bayi. Ia mengabaikan begitu saja permintaan anaknya itu. Walaupun sang buah hati, namun tak ada lagi belas kasihan padanya. Ia memandang darah dagingnya seperti memandang musuh. Ia telah bertekat untuk menghabisi nyawa malaikat kecilnya.


“Aku malu... Aku malu kepada dunia sebab kedatanganmu... Engkau aib bagiku...” Sebuah kalimat pedas terdengar dari mulut ibunya. Amarahnya semakin besar, makin lama makin bertambah. Si bayi menatap ibunya penuh iba. Penuh harap belas kasihan. Air mata mengalir di pipi mungilnya membasahi kain tempatnya telentang.

“Ibu, hari ini adalah hari pertamaku menatap dunia. Hari pertamaku menatap wajahmu. Aku hadir dari rahimmu ibu, dan aku rela berpisah denganmu. Aku rela nyawaku gugur di tanganmu ibu. Antar aku menghadap Tuhanku. Tuhan yang memberi kehidupan padaku dan Tuhan yang mencabut kehidupan dariku.”

“Selamat berpisah ibu,,, maafkan aku... aku hadir menjadi aib bagimu... selamat berpisah ibu, semoga engkau bahagia di dunia ini....”

Hati sang ibu telah dibalut amarah. Ia telah terpedaya hasutan setan. Takkan ada lagi kasih sayang yang lahir darinya. Melainkan kebencian dan kemarahan yang terus membara di hatinya.

“Mati kau...” Sebuah pisau terhunus ke dada sang bayi. Darah segar beraroma parfum mengalir dari jantung buah hatinya. Sang bayi terus menatap ibunya. Sebuah senyuman terakhir ia persembahkan kepada sang bunda.

Sang ibu sadar. Ia telah berbuat salah. Dirinya telah membunuh, membunuh buah hatinya, darah dagingnya. Sang ibu benar-benar menyesal. Ia menangis sejadi-jadinya. Namun apalah guna, nasi telah menjadi bubur.

“Ya Allah... Alangkah kejamnya diriku ini, alangkah bejatnya diriku... Aku telah membunuh anakku, darah dagingku... Alangkah kejinya perbuatanku... aku buas, aku kejam,, kejam melebihi kejamnya singa.”

“Aku sadar ya Allah, sekejam-kejam singa tak akan memangsa anaknya sendiri. Tapi aku... ya Allah, ampuni aku ya Allah... aku khilaf, aku terpedaya rayuan setan.”

“Aku ini manusia bejat, manusia kotor... aku telah berzina, aku telah membunuh. Seharusnya aku yang harus mati. Bukan anakku, bukan buah hatiku... ia adalah malaikat kecilku yang tak tau apa-apa.”[]

Tidak ada komentar:

Posting Komentar